10 March 2004

Makna Sebuah Titipan

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milik ku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Allah...
bahwa rumahku hanya titipan-Nya...
bahwa hartaku hanya titipan-Nya...
bahwa putraku hanya titipan-Nya...

tetapi...,
mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan pada ku?
untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
dan kalau bukan milik ku,
apa yang harus ku lakukan untuk milik Nya ini?

Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milik ku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali
oleh-Nya ?.

Ketika diminta kembali...
ku sebut itu sebagai musibah...
ku sebut itu sebagai ujian...
ku sebut itu sebagai petaka...
ku sebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah
derita.

Ketika aku berdoa...
ku minta titipan yang cocok dengan hawa nafsu ku...
aku ingin lebih banyak harta...
ingin lebih banyak mobil...
lebih banyak popularitas...
dan ku tolak sakit...
kutolak kemiskinan...
seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku.

Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika...
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku...
dan nikmat dunia kerap menghampiriku...

ku perlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih...
ku minta Dia membalas 'perlakuan baikku'...
dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku...

Gusti,
padahal tiap hari ku ucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...

"ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"

Sumber: Makna Sebuah Titipan oleh WS Rendra

No comments: